Kasus Koperasi
SS
Pengurus Koperasi Sembilan Sejati (SS) tidak dapat begitu saja melepaskan
diri dari tanggung jawab atas kerugian koperasi tersebut. Indardi SH dari
Divisi Investigasi Semarang Coruption Watch (SCW) menduga, laporan oleh sesama
pengurus itu sebagai upaya pelepasan tanggung jawab berkaitan dengan tuntutan
deposan/masyarakat atas simpanannya.
Di kantornya, Indardi tidak dapat menyembunyikan keheranannya mengapa hanya
Hendrawan (Ketua I Koperasi SS) yang dijadikan tersangka. Menurut dia, sebagian
pengurus pun diduga juga pernah mengucurkan pinjaman tanpa prosedur senilai
miliaran rupiah. ''Rekening para pengurus yang digunakan untuk transaksi
koperasi itu pun semestinya juga disita,'' tandas dia.
Menurutnya, korban yakni para deposan harus dijadikan saksi. Mengingat
koperasi tersebut diduga telah menerbitkan surat simpanan berjangka dengan
total nilai hampir Rp 100 miliar, maka hal tersebut merupakan tindak pidana
perbankan melanggar Pasal 46 jo 16 UU No 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas
UU No 7 Tahun 1992.
Seperti diberitakan, Hendrawan diduga memberikan pinjaman kepada seorang
pengusaha bernama Wijaya di luar prosedur. Akibat perbuatan tersebut, koperasi
yang memiliki kantor di Semarang, Juwana, dan Solo itu rugi Rp 55 miliar. Baik
Hendrawan maupun Wijaya yang dijerat dengan Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan
saat ini berstatus sebagai tanahan Polda Jateng. Sejak berdiri 3 tahun silam,
koperasi tersebut diduga berhasil menghimpun dana masyarakat Rp 200 miliar.
Indardi menekankan pentingnya menghadirkan saksi ahli dari Bank Indonesia
dan dari Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Provinsi Jawa Tengah atas
kegiatan Koperasi Sembilan Sejati.
Hal senada juga diungkapkan praktisi hukum, A Dani Sriyanto SH. Dani yang
juga menerima laporan dari para deposan mengkhawatirkan, jika penanganan kasus
tersebut tidak dikembangkan, nasabah tak dapat mengajukan tuntutan pada
pengurus koperasi berkaitan dengan pengembalian dana.
Jika penyidikan dikembangkan dari delik penggelapan menjadi delik
perbankan, sambung Dani, maka para pendiri dan pengurus koperasi itu dapat
dimintai pertanggungjawaban. Dani menduga pendirian Koperasi SS telah
menyimpang dari tujuan dan semangat atas keberadaan sebuah koperasi. (H11-29t)
Sumber :
http://www.suaramerdeka.com/harian/0512/19/nas20.htm
- Menurut pendapat saya :
kasus koperasi seperti yang dikemukakan di atas harus diusut
secara tuntas sebelum para deposan akan membludak menuntut hak mereka. Dalam
hal ini inti permasalahannya ada di Hendrawan (Ketua I Koperasi SS) yang
meminjamkan uang simpanan para deposan kepada seorang pengusaha yang bernama
Wijaya di luar prosedur dan menyebabkan kerugian hingga miliaran rupiah bagi
koperasi sembilan sejati itu sendiri. Lebih baik kasus seperti ini perkaranya
di buat BAP kepada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Indonesia, karena
tindakan seperti itu dapat digolongkan ke dalam tindakan korupsi. Dengan KPK
yang bertindak mengusut kasus ini diharapkan dapat mengusut segala aliran
penggelapan uang para deposan dan dapat menguak dan mengevaluasi seluruh
kinerja koperasi Sembilan Sejati apakah banyak yang melanggar hukum atau tidak.
Di dalam kasus ini sebaiknya tidak hanya mengusut ketua Koperasi Sembilan
Sejati tersebut tetapi juga harus dilakukan pengecekan kepada seluruh pengurus
koperasi tersebut termasuk arsip-arsip yang ada di dalam koperasi tersebut guna
dijadikan bahan bukti agar transparan. Pada akhirnya para deposan harus
menerima pengembalian atas dana simpanannya yang telah disalahgunakan oleh
pengurus koperasi sembilan sejati minimal 50%.Dan dana pengembalian 50% itu
berasal dari ganti rugi Hendrawan atas dana pinjaman yang digelapkan kepada
Wijaya (pengusaha).Dengan demikian para deposan mendapat haknya dan dapat di
lakukan hukuman terhadap pelakunya. Indonesia adalah Negara hukum oleh karena
itu perbuatan yang melanggar undang-undang harus ditindak lanjuti dengan hukum
yang tegas.
No comments:
Post a Comment