Tuesday, November 4, 2014

Kasus Koperasi Sembilan sejati

    Kasus Koperasi SS

Pengurus Koperasi Sembilan Sejati (SS) tidak dapat begitu saja melepaskan diri dari tanggung jawab atas kerugian koperasi tersebut. Indardi SH dari Divisi Investigasi Semarang Coruption Watch (SCW) menduga, laporan oleh sesama pengurus itu sebagai upaya pelepasan tanggung jawab berkaitan dengan tuntutan deposan/masyarakat atas simpanannya.
Di kantornya, Indardi tidak dapat menyembunyikan keheranannya mengapa hanya Hendrawan (Ketua I Koperasi SS) yang dijadikan tersangka. Menurut dia, sebagian pengurus pun diduga juga pernah mengucurkan pinjaman tanpa prosedur senilai miliaran rupiah. ''Rekening para pengurus yang digunakan untuk transaksi koperasi itu pun semestinya juga disita,'' tandas dia.
Menurutnya, korban yakni para deposan harus dijadikan saksi. Mengingat koperasi tersebut diduga telah menerbitkan surat simpanan berjangka dengan total nilai hampir Rp 100 miliar, maka hal tersebut merupakan tindak pidana perbankan melanggar Pasal 46 jo 16 UU No 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No 7 Tahun 1992.
Seperti diberitakan, Hendrawan diduga memberikan pinjaman kepada seorang pengusaha bernama Wijaya di luar prosedur. Akibat perbuatan tersebut, koperasi yang memiliki kantor di Semarang, Juwana, dan Solo itu rugi Rp 55 miliar. Baik Hendrawan maupun Wijaya yang dijerat dengan Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan saat ini berstatus sebagai tanahan Polda Jateng. Sejak berdiri 3 tahun silam, koperasi tersebut diduga berhasil menghimpun dana masyarakat Rp 200 miliar.
Indardi menekankan pentingnya menghadirkan saksi ahli dari Bank Indonesia dan dari Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Provinsi Jawa Tengah atas kegiatan Koperasi Sembilan Sejati.
Hal senada juga diungkapkan praktisi hukum, A Dani Sriyanto SH. Dani yang juga menerima laporan dari para deposan mengkhawatirkan, jika penanganan kasus tersebut tidak dikembangkan, nasabah tak dapat mengajukan tuntutan pada pengurus koperasi berkaitan dengan pengembalian dana.
Jika penyidikan dikembangkan dari delik penggelapan menjadi delik perbankan, sambung Dani, maka para pendiri dan pengurus koperasi itu dapat dimintai pertanggungjawaban. Dani menduga pendirian Koperasi SS telah menyimpang dari tujuan dan semangat atas keberadaan sebuah koperasi. (H11-29t)
Sumber : http://www.suaramerdeka.com/harian/0512/19/nas20.htm
  • Menurut pendapat saya :
 kasus koperasi seperti yang dikemukakan di atas harus diusut secara tuntas sebelum para deposan akan membludak menuntut hak mereka. Dalam hal ini inti permasalahannya ada di Hendrawan (Ketua I Koperasi SS) yang meminjamkan uang simpanan para deposan kepada seorang pengusaha yang bernama Wijaya di luar prosedur dan menyebabkan kerugian hingga miliaran rupiah bagi koperasi sembilan sejati itu sendiri. Lebih baik kasus seperti ini perkaranya di buat BAP kepada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Indonesia, karena tindakan seperti itu dapat digolongkan ke dalam tindakan korupsi. Dengan KPK yang bertindak mengusut kasus ini diharapkan dapat mengusut segala aliran penggelapan uang para deposan dan dapat menguak dan mengevaluasi seluruh kinerja koperasi Sembilan Sejati apakah banyak yang melanggar hukum atau tidak. Di dalam kasus ini sebaiknya tidak hanya mengusut ketua Koperasi Sembilan Sejati tersebut tetapi juga harus dilakukan pengecekan kepada seluruh pengurus koperasi tersebut termasuk arsip-arsip yang ada di dalam koperasi tersebut guna dijadikan bahan bukti agar transparan. Pada akhirnya para deposan harus menerima pengembalian atas dana simpanannya yang telah disalahgunakan oleh pengurus koperasi sembilan sejati minimal 50%.Dan dana pengembalian 50% itu berasal dari ganti rugi Hendrawan atas dana pinjaman yang digelapkan kepada Wijaya (pengusaha).Dengan demikian para deposan mendapat haknya dan dapat di lakukan hukuman terhadap pelakunya. Indonesia adalah Negara hukum oleh karena itu perbuatan yang melanggar undang-undang harus ditindak lanjuti dengan hukum yang tegas. 

No comments:

Post a Comment